Fatwa MUI yang mengharamkan rokok, membuat para perokok di Indonesia semakin tersudutkan. Wajar saja, menurut beberapa peneliti saat rokok dibakar akan menghasilkan ribuan zat beracun. Merokok merupakan aktivitas / kebiasaan sebagian besar orang dewasa, tetapi bagaimana ketika ada Balita Merokok ?. Kejadian ini di Kabupaten Malang, Jawa Timur, ada seorang anak balita yang gemar merokok dan minum kopi, ditambah sering berkata-kata kotor.
Balita perokok berinisial SO merupakan anak bungsu dari empat bersaudara, buah hati dari Mulud Riadi (60) dan Mujihatin (42). Ayah SO bekerja sebagai kuli bangunan dan istrinya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Mereka menumpang di rumah tetangganya, Sinyo, yang sementara membimbing anak perokok itu.
Dari kejadian ini, orang tua yang harus bertanggung jawab. Selayaknya, orang tua harus membimbing anak untuk masa depannya, bukan membiarkan anak yang masih balita sudah merokok, mengkonsumsi minuman berkafein, apalagi mengeluarkan kata-kata kotor.
Dikutip dari Antaranews.com, Psikolog Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Yudi Hartono menyatakan bahwa SO (4) sudah kecanduan rokok sejak usia 1,5 tahun, dan perlu dilakukan pendampingan secara intensif. Pendampingan untuk menuntun balita ini secara perlahan meninggalkan kebiasaan merokok.
Ditambahkan bahwa SO sejak kecil mendapat contoh buruk dari lingkungan sekitanya, rata-rata perokok berat dan kebiasaan menghisap rokok menjadi sesuatu yang menyenangkan.
Menurut ibunya, keseharian SO saat di rumah dan sebelum tidur juga membutuhkan dot susu dan bermanja seperti balita pada umumnya. Namun, setelah bangun tidur dan mencuci muka, SO langsung meminta rokok. Setelah merokok SO langsung diambil teman-temannya yang bekerja sebagai tukang parker dan tambal ban, nanti sore baru dikembalikan ke rumah.
Senin (5/4), Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas) menemui balita gemar merokok dan berkata-kata jorok. Seto Mulyadi (Kak Seto) sengaja menemui SO untuk memastikan kondisi psikologisnya.
Menurut Kak Seto (dikutip di Media Indonesia), kondisi psikologis SO sangat baik. Prilakunya dinilai wajar sebagai anak normal diusianya yang menginjak 4 tahun. Bahkan ia anak sehat dan cerdas. Ketika ditanya cita-citanya, ia menjawab ingin menjadi tentara.
Lanjut Kak Seto, diperlukan penanganan lebih serius terhadap SO dalam mengubah perilaku dengan membatasi pergaulan di lingkungan tempat ia tinggal. Diharapkan semua pihak turut membantu. Terutama diperlukan pemberdayaan masyarakat sekitar dan orang tua demi kebaikan masa depan anaknya.
Mudah-mudahan kejadian adanya Balita Merokok ini menjadi yang terakhir dari berbagai kasus dampak rokok terhadap anak-anak. Untuk itu diharapkan untuk semua pihak agar lebih memperhatikan aktivitas dan kebiasaan anak-anak yang berada dilingkungannya, utamanya orang tua.
0 komentar:
Posting Komentar