Searching...

Popular Posts

Jumat, 18 September 2009

TIDAK SETIAP PERUBAHAN BERARTI PERBAIKAN

19.15

Humans live in a moral concepts which differ from the concept that applies to other people who live in different conditions. Adherents of this theory believe that the absence of values that remain in this world and that everything changes, which cause not only seen from the change itself, but the changes and evolution towards perfection.

Manusia hidup dalam konsep-konsep akhlak yang berbeda dari konsep yang berlaku pada masyarakat lain yang hidup dalam kondisi yang berbeda. Penganut teori ini berkeyakinan bahwa tidak adanya nilai-nilai yang tetap di dunia ini dan bahwa segala sesuatu mengalami perubahan, yang penyebabnya tidak saja dilihat dari perubahan itu sendiri, melainkan perubahan dan evolusi menuju kesempurnaan.

Tentu saja kita tidak dapat mengatakan bahwa setiap perubahan itu selalu menuju kesempurnaan. Sebab, yang namanya penyimpangan juga berarti perubahan. Manusia bisa saja mengalami peningkatan kualitas kemanusiaanya menuju kesempurnaan, akan tetapi dapat pula mengalami perubahan ke arah yang sebaliknya.

Benarkah apa yang selama ini disebut sebagai dekadensi moral memang mengandung sesuatu yang mengindikasikan hal tersebut?. Kita tidak mungkin mengatakan bahwa yang demikian itu merupakan perubahan menuju kesempurnaan, walau bagaimanapun kejadiannya dan betapapun pada hal tersebut memunculkan hal-hal baru.

Perubahan selalu terjadi di setiap perjalanan menuju kesempurnaan. Ketika kita berbicara tentang suatu prinsip tertentu, lalu kita mengatakan bahwa prinsip tersebut mengalami perubahan menuju kesempurnaan, maka yang kita maksud bahwa prinsip tersebut barada pada tahap itu sendiri, kemudian beralih ke posisi yang lebih tinggi dan maju. Selanjutnya, ketika kita katakan perubahan menuju kesempurnaan dalam ilmu pengetahuan dan industri, maka yang kita maksud adalah suatu masyarakat yang sedang berada pada tingkatan tertentu dari ilmu pengetahuan dan penelitian terhadap berbagai rahasia alam.

Suatu masyarakat dapat disebut bergerak menuju kesempurnaan jika mereka beralih dari satu tingkatan menuju tingkatan yang lebih tinggi atau lebih maju (baik secara kuantitatif, atau kualitatif, ataupun keduanya). Sebagai contoh, jumlah orang yang buta huruf pada suatu periode 60% dan sekarang menjadi 50%, atau jumlah lulusan SMA yang melanjutkan ke perguruan tinggi semakin bertambah, demikian pula hal yang berkaitan dengan industri, dimana hal sebelumnya masih tetap ditemukan disamping adanya hal-hal baru, maka ini dapat disebut dengan kemajuan dan gerak menuju kesempurnaan. Jika kita mencapai kemajuan dalam perjalanan menuju tujuan dan melewati tahapan demi tahapan, maka kita berada pada gerak menuju kesempurnaan, sampai akhirnya kita sampai pada tujuan dan prinsip tersebut.

Bergerak menuju kesempurnaan tidak berarti hanya berubah begitu saja, tetapi memerlukan tolak ukur, yaitu jarak mesti menyatu dengan gerak. Dengan demikian, para filosof mengatakan bahwa jika jarak suatu gerak berbeda-beda, maka pastinya terdapat lebih dari satu gerak. Maka gerak dalam menuju kesempurnaan jaraknya harus satu. Artinya, apa yang pernah ada pada masa sebelumnya dan dianggap sempurna, harus tetap ada pada tahapan selanjutnya dalam bentuk yang lebih baik dan lebih sempurna.

Kita mengambil masalah kebenaran (hakikat) sebagai contoh, karena kebenaran merupakan salah satu nilai kemanusiaan. Jika manusia di masa lalu mencari kebenaran, maka pada masa berikutnya kita mengatakan bahwa manusia melakukan tahapan menuju kesempurnaan dalam mencari kebenaran. Artinya, pencarian kebenaran yang dilakukannya semakin meningkat, dan ia semakin senang serta terikat pada kebenaran.

Begitu pula dalam bidang seni dan penggalian kesenian. Jika manusia di masa lalu memiliki potensi kesenian yang baik, dan potensi tersebut masih tetap dimiliki oleh manusia sekarang dengan tambahan baru dalam aspek teknis, estetika dan gaya. Kondisi tersebut menandakan bahwa proses menuju kesempurnaan telah terjadi. Namun, bila pencapaian tersebut berpindah dari satu generasi ke generasi berikutnya tanpa ada perubahan dan kreasi-kreasi konstruktif, maka di situ tidak terjadi pencapaian kesempurnaan, bahkan tidak juga merupakan kemajuan.

Akan tetapi jika kita sejak awal menganggap jalan menuju kesempurnaan hanyalah satu perubahan dan kita pun tidak mengasumsikan adanya kesatuan perjalanan, dalam arti kita tidak mengakui suatu tolak ukur, maka kita telah melakukan kekeliruan. Misalnya, jika kita mengatakan bahwa manusia pada fase pertamanya menggunakan tolak ukur dalam mencari kebenaran dan bahwa pencarian kebenaran merupakan bukti bagi kemanusiaan manusia, tapi pada tahap berikutnya kita mengabaikan bukti tersebut dan menggantinya dengan bukti (tolak ukur) yang lain, maka kita tidak dapat menyebutnya sebagai perubahan menuju kesempurnaan, karena di situ tidak terdapat kesatuan perjalanan.

Jadi perubahan menuju kesempurnaan adalah melangkah pada suatu jalan menuju kesempurnaan, dan beralih dari satu tahapan menuju tahapan lain, serta dari satu tingkat menuju tingkat berikutnya.

Tulisan Ini Dikutip dari Ustadz Murtadha Muthahhari dalam Bukunya FITRAH.

0 komentar:

Posting Komentar