Sabtu, 15 Agustus 2009

2 LOGIKA KECERDASAN DALAM ORGANISASI

Manusia adalah hewan yang terjebak dalam jaringan makna yang dibuatnya sendiri (Max Weber)

Dalam organisasi, jika semakin banyak orang cerdas maka akan membuat keadaan semakin parah. Ini disebabkan karena orang cerdas tersebut hanya sibuk melindungi sudut pandangnya masing-masing (mungkin karena pengetahuan, pengalaman atau kepentingan). Jika hal ini terus berlangsung, komunikasi dalam organisasi akan mampet, karena menurut pakar komunikasi bahwa komunikasi hanya berjalan efektif jika terjadi perimbangan antara penggunaan mulut dan telinga.

Dari secuil masalah di atas, maka saya akan menguak dua alternatif logika kecerdasan sehingga anda dapat membandingkannya dan menarik suatu kesimpulan yaitu logika batu dan logika air.

Logika Batu

Saya akan mengajak anda untuk membayangkan, jika dua buah batu ditambah dengan dua buah batu, maka anda yakin bahwa hasilnya empat buah batu yang terpisah. Tanpa bantuan bahan lain (seperti semen atau tanah liat), mustahil keempat batu itu akan menyatu. Keadaan ini persis sama dengan pendapat orang-orang cerdas yang tidak pernah menyatu. Setiap ada upaya menyatukan pendapat yang berbeda, hampir selalu ditandai dengan benturan-egosektoral. Entah bentuknya sentimen, boikot, adu fisik maupun sampai pada mendirikan organisasi baru sebagai tandingan. Karena keyakinan bahwa dirinya paling benar, mereka sampai berani membunuh dan memusnahkan kehidupan orang lain. Orang cerdas yang pandai berdebat hanya sampai di tingkat mendirikan organisasi tandingan, sedangkan mereka yang terlibat peperangan berani mengorbankan nyawa orang lain maupun nyawa mereka sendiri. Inilah gambaran bentuk yang lebih parah (ekstrim) dari logika batu.

Keyakinan bahwa dirinya yang paling benar merupakan penyakit, yang inangnya kebanyakan oleh orang-orang cerdas. Pertanyaannya, apakah sebaiknya kita membutuhkan orang bodoh daripada orang cerdas?

Mereka yang telah lama bereksperimen, akan tahu perbedaan anatar orang pintar dengan orang pintar-pintar. Jika seseorang hanya bisa pintar tanpa pintar-pintar, maka sangat mungkin IA akan menjadi makhluk egois yang ingin menang sendiri. Apabila seseorang hanya bisa pintar-pintar tanpa punya kepintaran, maka bisa jadi IA disebut penjilat. Maka dari itu mari kita menelaah logika air.

Logika Air

Berbeda dengan logika batu, dua unit air ditambahkan dua unit air akan menghasilkan kombinasi baru air yang menyatu. Tidak peduli air mineral ditambah air mineral, air kopi dengan teh, air sungai dengan air got, ia senangtiasa menyatu tanpa adanya benturan. Intinya, logika batu ditandai dengan keterpisahan, sedangkan logika air ditandai dengan kebersatuan.

Logika air ini sangat penting, utamanya saat menyadari jika terdapat sudut pandang yang berbeda bukannya dipertentangkan melainkan dipersatukan. Wawasan kita sepanjang pengetahuan dan pengalaman kita masing-masing. Dengan demikian, jika kita terlibat dalam dialog dan agar tetap waspada terhadap resiko penyakit jebakan kecerdasan, maka sebaiknya mencoba logika air.

ANTRIAN MINYAK TANAH MENYAMBUT HARI PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI

ANTRIAN MINYAK TANAH MENYAMBUT HARI PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI

Pada tanggal 17 Agustus 2009, kembali diperingati proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia ke 64 tahun. Ini menandakan bahwa negara kita telah lebih setengah abad merdeka, telah bebas berkreasi dan membangun ke arah kemajuan Tanah Air kita demi tercapainya cita-cita proklamasi. Hampir seluruh masyarakat di lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia bergembira dan menggelar pesta rakyat untuk memeriahkan HUT RI. Melihat realitas tersebut, apakah masyarakat secara umum telah merasakan semua itu? apakah kegembiraan itu telah mengalir di seluruh lapisan status sosial masyarakat? dan apakah masyarakat telah merasa telah mendapat akses/kemudahan untuk mensejahterakan dirinya sendiri?



Saya akan menggambarkan sedikit contoh kasus yang terjadi di tengah masyarakat, yaitu kelangkaan minyak tanah. Program pemerintah memang benar tentang konversi minyak tanah ke gas. Program ini dapat menghemat pembelian minyak mentah, mengoptimalkan gas alam domestik dan gas sifatnya ramah lingkungan karena kontribusinya menghasilkan karbondioksida (CO2) sangat kecil.



Namun di sisi lain, masyarakat pengguna minyak tanah yang jumlahnya lebih banyak dibanding pengguna gas belum begitu siap menghadapi tahapan program ini. Hal ini disebabkan karena data pemerintah mengenai wilayah dan pengguna minyak tanah belum begitu valid. Ini dibuktikan oleh terjadinya kelangkaan minyak tanah di beberapa daerah, seperti di Sulawesi Selatan (Kab. Gowa, Bantaeng), sehingga membuat sebagian masyarakat menjadi kewalahan antri menunggu suplai dan pembagian minyak tanah. Apakah kelangkaan ini disebabkan oleh distribusi yang tidak merata oleh pertamina?, yang mementingkan pihak tertentu? atau ada oknum pemerintah/masyarakat yang ingin meraup keuntungan?



Program pembagian kompor dan tabung gas 3 kg juga masih kurang tepat sasaran karena ada beberapa oknum (masyarakat) yang mengutamakan kerabat atau apapun namanya, dan pada dasarnya mereka mampu menggunakan fasilitas program tersebut. Sebenarnya, saya belum begitu paham akan sasaran program ini, namun pada umumnya setiap program pemerintah lebih mengutamakan masyarakat kecil. Jadi seyogyanya sasaran program pembagian kompor dan gas 3 kg ini adalah masyarakat kecil, akan tetapi sebagian dari mereka tidak mendapatkan itu (haknya). Apakah ini yang namanya keadilan?



Keadilan dan kemakmuran yang termaktub di dalam UUD 1945 merupakan tanggung jawab pemerintah. Kita (warga negara) yang peduli negara juga harus berpartisipasi dalam pencapaian itu, dengan pedoman yang diberikan pembesar negara (pemerintah).



Berdasarkan hal di atas, maka pemerintah sebagai representatif dari masyarakat sebaiknya mengawal dengan baik program dan kebijakannya. Memaksimalkan pembekalan (training) terhadap pelaksana program dan kebijakan itu, utamanya pada program konversi minyak tanah ke gas, sehingga dapat meminimalkan contoh kasus di atas. Program konversi juga dilakukan secara bertahap (evolusi) dalam jangka waktu yang relatif lama agar masyarakat sendiri yang merubah kebiasaannya, dari menggunakan minyak tanah merubahnya ke gas.



Ini bukan kritik, tapi ini sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam mensukseskan program konversi ini, karena masyarakat juga tahu bahwa tenaga (staff) ahli pemerintah memiliki berbagai terobosan spektakuler dan brilian. Jadi peran pemerintah dan partisipasi warga negara dalam mengawal program ini sangat dibutuhkan, demi tercapainya sasaran Konversi Minyak Tanah ke Gas.



Maju Terus IndonesiaKU......!!!!

Minggu, 09 Agustus 2009

2 LOGIC INTELLIGENCE IN ORGANIZATION

2 LOGIC INTELLIGENCE  IN ORGANIZATION Humans are animals that were trapped in the network meaning that made own (Max Weber) In the organization, if the more intelligent people will make the situation worse. This is because smart people are busy just to protect the corners of the eyes and looked each (probably because of the knowledge, experience or interest). If this continues, communication in organizations less effective, because according to communication experts that communication only occurs if the effective running balanced between the mouth and ears. Of the few issues above, then I will become two alternative logic intellect so you can compare them and an interesting conclusion. Stone logic I will invite you to imagine, if the two stones with two stones, then you believe that the results of four separate stones. Without the assistance of others (such as cement or clay), the fourth stone is impossible will ignites. This situation exactly the same opinion with intelligent people who have never ignites. Every effort is to unite the different opinions, almost always marked with the impact-egosectoral. Either of sentiment, boycott, or to compete on the physical organization founded as a new competitor. Because of his confidence that the most correct, they dare to kill and destroy lives of others. Clever clever people who argue just to level up in the organization, as, while they involved the sacrifice of war lives of others and their own lives. This is the picture of a more severe (extreme) from the logic of stone. Confidence that the disease is the most correct, most of which wet nurse by intelligent people. The question, whether we should require people stupid people than smart? They have a long experiment, people know the difference between smart people with smart-smart. If someone can only be smart without clever-clever, it is very possible he will become selfish beings who want to win themselves. If someone can only be a smart-smart have no brains, then the he can be called a sycophant. Therefore let us examine the logic of water. Water logic Unlike the logic of stone, two units of water added two units of water will produce the new combination that integrates water. No matter plus mineral water mineral water, water, coffee with tea, water with the river water got, it integrates senangtiasa without impact. Basically, the logic of stone marked with separate, while the logic of water marked with unity. Logic of water is very important, especially if there is time to realize a different perspective is not a disagreement but together. Insight throughout our knowledge and experience to each of us. Thus, if we engage in dialogue and to remain vigilant against the risk of disease gumption traps, then you should try to water logic.

Minggu, 02 Agustus 2009

LEADERSHIP BASED ON WATER

LEADERSHIP BASED ON WATER These uncertainties in life is a matter that is discussed and approved by various parties. According to some management consultants, not necessarily the increased uncertainty caused by environmental factors. Certainty can also be seen from the other side, that is an indication that we manage, moving much more slowly from the more complex environmental movement. So when our ability to manage the move with a speed equal to or higher than the level of complexity the environment changes, the increased uncertainty that need not be present in our lives. Increasing uncertainty is also determined by inability some rationality in the management. In the midst of a number of rationality standstill management lately, especially in the running wheel of leadership (leadership), we can learn from natural phenomena, namely water. Therefore, we will describe five dimensions / aspects of the water, the flow of flexiblity, sea and river, tranquility swimming, looking for a place to run the most basic moves and ride them evenly. The first aspect is flowing full flexiblity. Water (in normal conditions) did not force the stone, trees and other obstructions to Minggir in the (local) that dialirinya. Flexible nature of the water does not make less than the other natural phenomena, but the success of water through all barriers. Flexiblity thus a source of extraordinary strength. Ciputra (CEO) advises that "a leader who nearly succeeded in attendance is not perceived by other people." This means so flexiblity attitude that leaders of successful, almost non-existence so that people felt. Second dimension is the sea water and rivers. No doubt that the amount of sea water more than the river water. Reality occurs because the location of the sea is lower than river. Intisarinya that power lies not in the choice of attitudes to put themselves or more above the others. Conversely, the sea and the river showed that the power can be obtained with a humble attitude, and serve. Three-dimensional water also provides a valuable lesson, namely tranquility pond. Pond water that is left without disturbed the quiet work, such as glass. Function is to provide inspiration that the main task of a leader is a mirror for other people (mirroring). Recommend mirroring the concept of a leader to become a facilitator and catalyst for the progress of others. Fourth dimension that is when the water flow is always looking for the most basic. Great leaders and thinkers such as Mahatma Gandhi and Moh. Hatta said that the love of man and humanity is the most basic guidelines. So, if the water use as the most basic goal, the leadership of the people and humanity as the final goal. Fifth dimension of the water is still rising evenly. Water teaches us to exit dikotomi parsialistik (logikanya extol a particular function) and holistic (adherents often hiding behind the label strategy). Eye gaze (analysis) in respect of the issue should look to balance the elements matters, as the water rose to move evenly. Flexiblity water marks of leadership that does not break down or overcome. Trees are not forced Minggir, stone is not going, but at the same time successfully flexiblity full flow. So conclusion, we teach the water out of the dikotomi win-lose. Water has three characteristics that attitude that is valuable not budge, not defeat and successfully to the destination. (On the reduction of paper Gede freshman, based on the Leadership Practices Book Air)