Manusia adalah hewan yang terjebak dalam jaringan makna yang dibuatnya sendiri (Max Weber)
Dalam organisasi, jika semakin banyak orang cerdas maka akan membuat keadaan semakin parah. Ini disebabkan karena orang cerdas tersebut hanya sibuk melindungi sudut pandangnya masing-masing (mungkin karena pengetahuan, pengalaman atau kepentingan). Jika hal ini terus berlangsung, komunikasi dalam organisasi akan mampet, karena menurut pakar komunikasi bahwa komunikasi hanya berjalan efektif jika terjadi perimbangan antara penggunaan mulut dan telinga.
Dari secuil masalah di atas, maka saya akan menguak dua alternatif logika kecerdasan sehingga anda dapat membandingkannya dan menarik suatu kesimpulan yaitu logika batu dan logika air.
Logika Batu
Saya akan mengajak anda untuk membayangkan, jika dua buah batu ditambah dengan dua buah batu, maka anda yakin bahwa hasilnya empat buah batu yang terpisah. Tanpa bantuan bahan lain (seperti semen atau tanah liat), mustahil keempat batu itu akan menyatu. Keadaan ini persis sama dengan pendapat orang-orang cerdas yang tidak pernah menyatu. Setiap ada upaya menyatukan pendapat yang berbeda, hampir selalu ditandai dengan benturan-egosektoral. Entah bentuknya sentimen, boikot, adu fisik maupun sampai pada mendirikan organisasi baru sebagai tandingan. Karena keyakinan bahwa dirinya paling benar, mereka sampai berani membunuh dan memusnahkan kehidupan orang lain. Orang cerdas yang pandai berdebat hanya sampai di tingkat mendirikan organisasi tandingan, sedangkan mereka yang terlibat peperangan berani mengorbankan nyawa orang lain maupun nyawa mereka sendiri. Inilah gambaran bentuk yang lebih parah (ekstrim) dari logika batu.
Keyakinan bahwa dirinya yang paling benar merupakan penyakit, yang inangnya kebanyakan oleh orang-orang cerdas. Pertanyaannya, apakah sebaiknya kita membutuhkan orang bodoh daripada orang cerdas?
Mereka yang telah lama bereksperimen, akan tahu perbedaan anatar orang pintar dengan orang pintar-pintar. Jika seseorang hanya bisa pintar tanpa pintar-pintar, maka sangat mungkin IA akan menjadi makhluk egois yang ingin menang sendiri. Apabila seseorang hanya bisa pintar-pintar tanpa punya kepintaran, maka bisa jadi IA disebut penjilat. Maka dari itu mari kita menelaah logika air.
Logika Air
Berbeda dengan logika batu, dua unit air ditambahkan dua unit air akan menghasilkan kombinasi baru air yang menyatu. Tidak peduli air mineral ditambah air mineral, air kopi dengan teh, air sungai dengan air got, ia senangtiasa menyatu tanpa adanya benturan. Intinya, logika batu ditandai dengan keterpisahan, sedangkan logika air ditandai dengan kebersatuan.
Logika air ini sangat penting, utamanya saat menyadari jika terdapat sudut pandang yang berbeda bukannya dipertentangkan melainkan dipersatukan. Wawasan kita sepanjang pengetahuan dan pengalaman kita masing-masing. Dengan demikian, jika kita terlibat dalam dialog dan agar tetap waspada terhadap resiko penyakit jebakan kecerdasan, maka sebaiknya mencoba logika air.
Sabtu, 15 Agustus 2009
ANTRIAN MINYAK TANAH MENYAMBUT HARI PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI

Pada tanggal 17 Agustus 2009, kembali diperingati proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia ke 64 tahun. Ini menandakan bahwa negara kita telah lebih setengah abad merdeka, telah bebas berkreasi dan membangun ke arah kemajuan Tanah Air kita demi tercapainya cita-cita proklamasi. Hampir seluruh masyarakat di lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia bergembira dan menggelar pesta rakyat untuk memeriahkan HUT RI. Melihat realitas tersebut, apakah masyarakat secara umum telah merasakan semua itu? apakah kegembiraan itu telah mengalir di seluruh lapisan status sosial masyarakat? dan apakah masyarakat telah merasa telah mendapat akses/kemudahan untuk mensejahterakan dirinya sendiri?
Saya akan menggambarkan sedikit contoh kasus yang terjadi di tengah masyarakat, yaitu kelangkaan minyak tanah. Program pemerintah memang benar tentang konversi minyak tanah ke gas. Program ini dapat menghemat pembelian minyak mentah, mengoptimalkan gas alam domestik dan gas sifatnya ramah lingkungan karena kontribusinya menghasilkan karbondioksida (CO2) sangat kecil.
Namun di sisi lain, masyarakat pengguna minyak tanah yang jumlahnya lebih banyak dibanding pengguna gas belum begitu siap menghadapi tahapan program ini. Hal ini disebabkan karena data pemerintah mengenai wilayah dan pengguna minyak tanah belum begitu valid. Ini dibuktikan oleh terjadinya kelangkaan minyak tanah di beberapa daerah, seperti di Sulawesi Selatan (Kab. Gowa, Bantaeng), sehingga membuat sebagian masyarakat menjadi kewalahan antri menunggu suplai dan pembagian minyak tanah. Apakah kelangkaan ini disebabkan oleh distribusi yang tidak merata oleh pertamina?, yang mementingkan pihak tertentu? atau ada oknum pemerintah/masyarakat yang ingin meraup keuntungan?
Program pembagian kompor dan tabung gas 3 kg juga masih kurang tepat sasaran karena ada beberapa oknum (masyarakat) yang mengutamakan kerabat atau apapun namanya, dan pada dasarnya mereka mampu menggunakan fasilitas program tersebut. Sebenarnya, saya belum begitu paham akan sasaran program ini, namun pada umumnya setiap program pemerintah lebih mengutamakan masyarakat kecil. Jadi seyogyanya sasaran program pembagian kompor dan gas 3 kg ini adalah masyarakat kecil, akan tetapi sebagian dari mereka tidak mendapatkan itu (haknya). Apakah ini yang namanya keadilan?
Keadilan dan kemakmuran yang termaktub di dalam UUD 1945 merupakan tanggung jawab pemerintah. Kita (warga negara) yang peduli negara juga harus berpartisipasi dalam pencapaian itu, dengan pedoman yang diberikan pembesar negara (pemerintah).
Berdasarkan hal di atas, maka pemerintah sebagai representatif dari masyarakat sebaiknya mengawal dengan baik program dan kebijakannya. Memaksimalkan pembekalan (training) terhadap pelaksana program dan kebijakan itu, utamanya pada program konversi minyak tanah ke gas, sehingga dapat meminimalkan contoh kasus di atas. Program konversi juga dilakukan secara bertahap (evolusi) dalam jangka waktu yang relatif lama agar masyarakat sendiri yang merubah kebiasaannya, dari menggunakan minyak tanah merubahnya ke gas.
Ini bukan kritik, tapi ini sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam mensukseskan program konversi ini, karena masyarakat juga tahu bahwa tenaga (staff) ahli pemerintah memiliki berbagai terobosan spektakuler dan brilian. Jadi peran pemerintah dan partisipasi warga negara dalam mengawal program ini sangat dibutuhkan, demi tercapainya sasaran Konversi Minyak Tanah ke Gas.
Maju Terus IndonesiaKU......!!!!
Jumat, 14 Agustus 2009
Minggu, 09 Agustus 2009
2 LOGIC INTELLIGENCE IN ORGANIZATION

Minggu, 02 Agustus 2009
LEADERSHIP BASED ON WATER
